Retorika sang Seni Kata-kata



Retorika, Seni Kata-kata

            Retorika pertama kali berkembang pada 465 SM oleh Corax dan pada saat itu retorika di beri nama “seni kata-kata dengan tehnik kemungkinan” kemudian pada tahun 472 SM retorika di sempurnkana oleh Demostenes, penyempurnaan retorika sendiri menggunakan gerak tubuh serta ucapan yang berjalan senada.
Retorika secara etimologi adalah ‘re’ berarti “kembali”, ‘to’ berarti “untuk”, dan ‘rika’ berarti “berbicara”, jadi retorika adalah kembali untuk berbicara. Namun secara terminologi retorika dapat berarti berbicara dengan kata-kata yang indah untuk mempengaruhi orang lain. Berbeda secara etimologi dan terminologi, retorika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah seni keterampilan berbahasa secara efektif. Jadi secara garis besar retorika dalah kemampuan penggunaan bahasa yang efektif guna mempengaruhi seseorang.
            Retorika merupakan cara khusus seseorang untuk dapat menggunakan diksi kalimat yang pas namun mudah di untuk di pahami. Salah satu modal berdirinya negara atau sebuah bangsa adalah retorika, dalam retorika terkandung keyakinan, keinginan, harapan, idealisme, dan cita-cita yang luhur.
            Retorika memiliki peran yang cukup penting dan berkesan. Pada perang dunia I dan II retorika menjadi sumbu perluasan kekuasaan kolonial terhadap ras dan ideologi suatu kaum, contohnya saja seperti Hitller yang termakan retorika ideologi Marx dan Lenin. Retorika dalam kemerdekaan merupakan hal yang sangat penting, pidato membara dari Bung Tomo yang mengobarkan api semangat dari para arek arek Suroboyo, pidato Bung Karno ketika ia membakar semangat pemuda tiga hari sebelum kemerdekaan.
            Namun di balik itu, lain retorika yang lama nan membara dulu, lain pula retorika yang baru, yang fakta nya hanya di gunakan untuk kepentingan pribadi yang hanya membesarkan perut saja. Retorika pada masa kini kehilangan jati dirinya sebagai seni dalam menggunakan kata-kata yang baku, halus, sarat makna, namun bisa dan mudah untuk dipahami. Pada hakikatnya retorika banyak di gunakan dalam hal berpidato, tentang bagaimana menggunakan padanan kata yang tepat dan berkesan guna mempengaruhi seseorang.
            Retorika sendiri bermacam-macam bentuk dan jenisnya, hal-hal ini pun ikut dengan retorika yang dapat mempengaruhi bagi seseorang. Dalam hal bentuknya, retorika dapat di bagi menjadi dua : a) Monologi, yaitu bentuk dari retorika yang di sampaikan oleh satu orang, b) Dialog, yaitu bentuk dari retorika yang bersifat sebagai umpan balik (feed back). Sedangkan dalam jenis-jenis nya sendiri retorika di bagi menjadi beberapa jenis yaitu : a) propaganda, adalah tehnik penggunaan retorika dalam hal mengadu domba seseorang, b) persuasi, adalah tehnik penggunaan retorika dengan cara pendekatan secara pribadi (lebih intim dan dekat) kepada seseorang, c) gesture, cara penggunaan kata-kata retorika dengan memadukan gerakan tubuh (gesture).
Retorika telah tergadai, topeng sebenarnya.
            Dalam sejarah perkembangannya awalnya retorika adalah seni berbahasa, yaitu tehnik penggunaan diksi yang menarik namun easy understading, dalam hal ini tentu saja retorika merupakan bagian atau suatu cara yang sarat akan nilai seni, seni tentang bagaimana meramu suatu bahasa yang menarik dan tidak oplosan. Walaupun sudah jarang di gunakan dalam kehidupan sehari-hari namun beberapa orang masih menggunakan retorika sebagai alternatif pilihan bahasa yang tidak membosankan, dalam konteks ini tentunya retorika dapat sebagai penyegar aliran bahasa agar lebih bervariasi.
Misalnya saja kalimat seperti “seni itu sarat akan nilai estetika, tentang hal-hal yang di fikir abstrak dan memiliki ambigu analogi” dalam kalimat tersebut kata estetika, abstrak, ambigu, dan analogi merupakan diksi kata yang jika di baca akan memiliki kalimat yang bervariasi namun artinya masih dapat di mengerti dan tidak berbeda arti jika di artikan secara gamblang dalam bahasa Indonesia Umum. Jika kata-kata yang mengandung retorika ini terus di kembangkan maka tata bahasa kita (Indonesia) akan semakin bervariasi dan menarik lagi untuk di gunakan setiap hari.
            Namun di balik itu semua, Retorika sudah kehilangan esensi seni nya, retorika tidak lagi sebuah metode baru tentang penggunaan tata bahasa dan kemampuan berbahasa, retorika sudah menjadi hal-hal yang hanya memetingkan nilai-nilai bisnis dan politik pribadi saja, maklum jika ke depan nya retorika yang di anggap sebagai salah satu bagian dari sastra akan tergantikan oleh politik, bisnis, dan kapitalis. Di era sekarang ini nilai art dari retorika itu sudah tidak ada lagi, segala sesuatu nya di atur oleh uang, termasuk seni berbahasa seperti retorika ini, jika ada duit, retorika bahasa yang di gunakan di pidato akan mudah untuk di ciptakan.
Katanya “Hepeng do na mangatur negara on” mungkin kiasan ini juga termasuk dalam seni penciptaan karya-karya retorika. Inilah sebuah masa di mana semua akan tunduk pada harga, tentang untung atau rugi, retorika tidak dapat eksis secara utuh kembali, retorika sudah menjadi tunduk terhadap uang dalam negara nya sendiri, ya negara seni tepatnya. Uang adalah komoditas yang lebih tinggi dari manusia karena manusia nyata-nyata sudah bisa di beli dengan uang, pikiran kita memang masih ada, tetapi sudah di beli, apakah kita masih di anggap ada ?
Era ini adalah era di mana semua sudah berbasis pada kepentingan pribadi, dan yang punya kepentingan pribadi yang sampai meniadakan orang lain itu adalah umat-umat kapitalis, masih ada saja embel-embel yang menyatakan kepentingan publik yang mengatakan “save our culture, save we are tradition” menjadi pahlawan seni katanya, pencitraan pecisian kaum kapitalis. Retorika telah di cemari dengan politik kotor tangan kapitalis, media yang di anggap sebagai per panjangan tangan dari seni untuk masyarakat pun telah di beli, baik itu media masa maupun media perorangan.
Segala sesuatu sudah sangat sulit untuk di dapati yang murni, segala sesuatunya telah di susupi dengan binis dan politik, always about money, hal ini ibarat zaman batu, zaman batu tak berakhir karena sudah habis, zaman kertas pun tak akan berakhir karena kayu dan kertas sudah habis, media sekarang demi eksistensinya agar tak berkahir harus tunduk pada cukong-cukong bisnis dan poli tikus yang menjadi duri dalam daging sendiri. Semoga saja Retorika yang sebagai nilai seni ini dapat tetap di lestarikan dan di kembangkan di jadikan sebuah kebiasaan positif terkhusus bagi para mahasiswa yang di juluki kaum intelektual yang berkembang pikir dengan tatanan bahasa spesial yang sesuai jurusan nya, oleh sebab ini retorika haruslah di jadikan kebiasaan agar dapat berkembang dan terus lestari, hal yang paling sederhana kita dapat mengembangkan nya di daerah sekitaran lingkungan kampus, dengan cara ini di harapakan tata bahasa dan ciri bahasa Indonesia kita dapat berkembang dan menjadi seuatu hal yang unik yang dapat di banggakan, dan bukan hanya menjadi dengungan sejarah masa lampau yang telah berlalu.

Comments

  1. 888casino New Orleans - Mapyro
    888casino New 포항 출장마사지 Orleans locations, 광명 출장샵 rates, amenities: expert New Orleans research, 양주 출장샵 only at Hotel and Travel Index. Find the 수원 출장안마 best deal and discounts of $$$$. 화성 출장안마

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perbedaan ke 3 jenis Hukum yang mengatur proses bertransaksi

Pengelolaan Lahan di Indonesia